Senin, 30 Maret 2020

Era Digial Masuk ke Pendidikan

Delon, siswa kelas 3 SDN Kalijaya, Ciamis, Jawa Barat akrab bersama dengan foto Presiden Joko Widodo yang terpajang di dinding kelas. Hampir setiap hari dia menangkap senyum Jokowi melalui tatapannya. Namun, dia tidak jelas siapa Jokowi. Foto yang terpajang di dinding amat kecil, sehingga teks keterangan foto tidak bisa dibaca dari bangku para siswa.

"Tidak tahu, kalau yang dipasang di depan kelas ya itu gambar weh mereun (mungkin). Saya mah kan tidak tahu," kata Delon yang juga diamini oleh teman-teman sebayanya.

Delon harusnya jelas berkat pelajaran yang dia peroleh sehari-hari. Akan tetapi, ada masalah keterbatasan guru di sekolahnya sehingga dia tidak jelas siapa orang berjas dan dasi di dalam bingkai yang setiap hari menebar senyum. Lihat juga:Anggaran Laptop Era Nadiem Lebih Besar dari Renovasi Sekolah SDN 1 Kalijaya, Ciamis, Jawa Barat juga keliru satu sekolah yang punyai keterbatasan kuantitas guru. Hanya ada 5 guru yang mengajar.

Dari kuantitas itu, 2 di antaranya berstatus PNS. Mereka adalah kepala sekolah bernama Wardi yang merangkap sebagai guru dan istrinya. Sementara 3 orang lainnya adalah guru honorer. Mereka tidak setiap hari bisa singgah ke sekolah untuk mengajar. Terkadang, mereka lebih memilih untuk mengurusi anak atau bisnis pertaniannya.

Para guru honorer itu juga hanya berlatar belakang pendidikan SMA atau sederajat. Bukan pula dari sekolah unggulan di perkotaan. Dengan segala situasi tersebut, wajar kalau mereka tak memberi tambahan pengajaran yang optimal kepada siswa.

"Iya sebenarnya ya kadang enggak hadir untuk mengajar, kalau udah begini kekosongannya aku tutupi, aku gantikan untuk mengajar, kadang sehari aku bisa mengajar di tiga kelas," kata Wardi kepada CNNIndonesia.com di Ciamis sebagian saat lalu.

LIPSUS 10 PENDIDIKAN HOLDSDN 1 Kalijaya, Ciamis, Jawa Barat punyai bangunan sekolah yang ideal, namun keterbatasan guru jadi penghambat kegiatan studi mengajar. (CNN Indonesia/Tiara Sutari)

Keberadaan guru-guru honorer itu dicemaskan oleh para orang tua siswa. Ada ketakutan di di dalam benak. Mereka risau anak-anak tak mendapat pengetahuan sebagaimana mestinya. Salah satunya adalah Nopi. Dia punyai putra bernama Reza yang kini duduk di bangku kelas 3. Nopi jelas guru honorer kerap tak hadir untuk mengajar.

"Takutnya di dalam materi gitu, kurang masukan ke anak-anak, khususnya kalau gurunya ulang enggak ada gara-gara bahagia kerap enggak hadir," kata Nopi.

"Jadi anak aku bilang, kepalanya pusing. Gimana mikir kalau bila guru menerangkan namun kurang jelas. Enggak masuk akal. Enggak bisa dimengerti," tambahnya.

Nopi berkata demikian gara-gara ada penurunan nilai Reza. Dia menganggap ada penurunan stimulan studi gara-gara segi guru yang tak bisa setiap hari hadir di sekolah.

"Saya mah enggak sudi diajarin mirip guru yang enggak dulu datang, enggak kerap datang. Gitu kata Reza. Nah pas kelas satu atau dua mirip Bu Yuyun mah prestasinya baik," ucap Nopi.

Nopi tak bisa memindahkan anaknya ke sekolah lain. SDN 1 Kalijaya adalah sekolah yang jaraknya paling dekat dari kediaman Nopi. Bisa ditempuh jalur kaki sepanjang 10 menit. Walhasil, Nopi tak bisa berbuat banyak. Dia cuma berharap ada perubahan dari SDN 1 Kalijaya. Menurutnya, itu mesti demi siswa-siswa yang lain juga.

"Harapannya ya semoga saja Pak Menteri ini bisa membantu. Bisa enggak yah kalau sampai singgah ke sini gitu," kata Nopi lalu terkekeh.

"Menteri bisa bantu ke tempat kita sehingga ada kemajuan gurunya ditambahin yang bagus yang cakap, biar anak kita dari desa pinter-pinter," lanjutnya.

Bagikan

Jangan lewatkan

Era Digial Masuk ke Pendidikan
4/ 5
Oleh

Subscribe via email

Suka dengan artikel di atas? Tambahkan email Anda untuk berlangganan.